Ngebluk dan Ngapem Awali Peringatan Kenaikan Takhta HB X

 

Setiap tanggal 29 Rejeb, Keraton Yogyakarta memeringati hari ulang tahun kenaikan takhta atau Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X. Rangkaian agenda Hajad Dalem untuk memeringati peristiwa tersebut diawali dengan prosesi Ngebluk dan Ngapem.

 

Prosesi Ngebluk dilaksanakan pada Jumat (13/4) pagi, dimulai sekitar pukul 10.00 dan berakhir pada pukul 11.00 WIB. Bertempat di Bangsal Sekar Kedhaton, prosesi ini dipimpin oleh GKR Hemas dan diikuti oleh GBRAy Riyakusuma, GKR Mangkubumi, serta para Abdi Dalem Keparak. Ngebluk adalah upacara membuat adonan yang nantinya dimasak menjadi apem. Istilah ngebluk berasal dari suara “bluk” yang ditimbulkan saat mencampur adonan apem. Adonan yang terdiri dari tepung beras, tape singkong yang telah dilumat, gula pasir, gula jawa cair, dan air secukupnya tersebut dicampur merata di dalam pengaron. Setelah tercampur dengan baik, adonan dimasukkan ke dalam dua enceh pusaka untuk didiamkan selama satu malam agar mengembang.

Keesokan harinya (14/4) masih di tempat yang sama, adonan tersebut dimasak menjadi apem dalam prosesi Ngapem yang dimulai sejak pukul 09.00 pagi. Prosesi ini dilakukan oleh GKR Hemas, GKR Mangkubumi, GKR Condrokirono, GKR Hayu, GKR Bendara, dan para Sentana Dalem Putri (kerabat perempuan Sultan). Ada dua macam apem yang dibuat, apem biasa (ukuran kecil) yang dibuat oleh Permaisuri dan Putri Dalem (putri Sultan), serta apem mustaka (ukuran besar) yang hanya boleh dibuat oleh Sentana Dalem Putri yang telah menopause. GKR Condrokirono memaparkan bahwa apem mustaka akan disusun sedemikian rupa sesuai dengan tinggi badan Sultan. Prosesi yang berakhir sekitar pukul 15.00 ini menghasilkan 64 apem mustaka dan 300 apem biasa.

Selanjutnya, pada Upacara Sugengan yang digelar pada hari Minggu (15/4), apem tersebut akan dibagi-bagikan kepada kerabat, Abdi Dalem, serta keluarga Sultan sebagai simbol permohonan maaf atau ampunan. Sugengan dilaksanakan di Bangsal Kencana, dimulai dari pukul 10.00 sampai pukul 11.00 pagi. Bersamaan dengan pelaksanaan upacara ini, Abdi Dalem Widya Budaya akan membawa ubarampe Labuhan dari Gedhong Prabayeksa ke Bangsal Srimanganti. Ubarampe tersebut selanjutnya diinapkan satu malam untuk selanjutnya dilabuh pada Upacara Labuhan yang merupakan puncak dari seluruh rangkaian kegiatan.

Pelaksanaan Labuhan akan diawali di Pantai Parangkusuma pada hari Senin (16/4). Keesokan harinya (17/4) digelar pula Labuhan di Gunung Merapi, Gunung Lawu, dan Dlepih/Kahyangan. Labuhan di Dlepih, Wonogiri, dilaksanakan karena tahun ini bertepatan dengan tahun Dal yang jatuh tiap 8 tahun sekali.

Labuhan sendiri pada dasarnya adalah sebuah upaya memelihara keserasian, keselarasan, dan keseimbangan alam serta lingkungan hidup atau sebagai sebuah perwujudan dari filosofi Hamemayu Hayuning Bawono. Pemilihan tempat-tempat yang digunakan untuk Labuhan adalah tempat-tempat yang memiliki filosofi atau keterkaitan historis dengan Kerajaan Mataram.