Sri Sultan Menerima Muhammadiyah Award

Sri Sultan Hamengku Buwono VII terkesan dengan kecakapan beragama salah satu Abdi Dalem-nya yang memiliki asma paring Dalem Ngabdul Darwis. Sultan kemudian mengirim Ngabdul Darwis ke Mekah untuk mendalami agama Islam. Kembali dari Mekah, Ngabdul Darwis yang kemudian dikenal sebagai Kiai Haji Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah.

Jumat malam (17/11), Keraton Yogyakarta menjadi tuan rumah bagi peringatan 105 tahun berdirinya Muhammadiyah. Resepsi Milad Muhammadiyah ke-105 ini digelar di Bangsal Pagelaran mulai pukul 19.30. Ramah tamah antara Sultan, panitia, dan tamu undangan diselenggarakan sebelumnya di Bangsal Sri Manganti. Selain Sri Sultan, acara dihadiri antara lain oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo, dan Ketua Umum Muhammadiyah Dr. H. Haedar Nashir, M.Si.

Acara yang bertema “Muhammadiyah Merekat Kebersamaan” ini diisi dengan pertunjukan tari dan orkestra yang menyajikan lagu-lagu daerah. Para pimpinan dan peserta Muhammadiyah tampak memakai pakaian daerah masing-masing. Pilihan berpakaian ini merupakan wujud simbolik dari kehendak untuk merekat kebersamaan di tengah keberagaman. Selain itu, panitia yang bertugas juga mengenakan busana peranakan, pakaian yang biasa dikenakan oleh Abdi Dalem keraton.

Dalam kesempatan ini, Muhammadiyah memberikan tiga penghargaan kepada tiga orang yang dinilai berjasa bagi Muhammadiyah. Pertama adalah Sri Sultan sebagai representasi peran Keraton Yogyakarta yang sejak masa Sri Sultan Hamengku Buwono VII terus mendukung Muhammadiyah. Kedua adalah Prof. Mitsuo Nakamura, seorang antropolog yang telah mengkaji Muhammadiyah hampir sepanjang karir akademiknya. Sedang yang terakhir kepada Alm H. Roemani, seorang NU yang telah mewakafkan harta demi berdirinya RSU Muhammadiyah Roemani di Semarang.

Dalam sambutannya Sri Sultan menyatakan, “Muhammadiyah yang terlahir di Yogyakarta sebagai gerakan pemurnian dan pembaharu Islam, sejak kelahiran dan keberadaan hingga sekarang, menunjukkan betapa erat hubungan Muhammadiyah dengan Keraton Yogyakarta. Jikalau dua entitas agama dan budaya ini bersinergi, niscaya akan menjadi kekuatan moral dahsyat, yang bisa memberikan nilai tambah dan akselerasi tercapainya gerakan revolusi mental di berbagai lini kehidupan.”

Sultan Yogyakarta tercatat selalu memberi perhatian dan dukungan penuh pada Muhammadiyah. Selain merestui berdirinya Muhammadiyah, Sri Sultan Hamengku Buwono VII memberi rekomendasi atas pengajuan Rechtspersoon (pengakuan legalitas) Muhammadiyah kepada pemerintah Hindia-Belanda. Sri Sultan Hamengku Buwono VII juga menyediakan Pendapa Dalem Kasultanan Kepenghuluan Kauman untuk dipergunakan bagi awal kegiatan Muhammadiyah dan Alun-Alun Utara sebagai tempat musyawarah tahunan.

Hubungan tersebut terus berjalan hingga kini dalam bentuk silaturahmi dan penyediaan fasilitas kepada Muhammadiyah oleh Sultan yang sedang berkuasa.