Mubeng Beteng Dal 1951 sebagai Peringatan Malam Pergantian Tahun Jawa

Malam 1 Sura atau malam tahun baru dalam perhitungan kalender Jawa jatuh pada hari Jumat (22/9). Dalam rangka memperingati malam pergantian tahun tersebut, Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat menggelar Hajad Kawula Dalem Mubeng Beteng pada hari Kamis (21/9) malam. Mubeng beteng sendiri merupakan lampah budaya. Sarana masyarakat melakukan introspeksi atas apa yang terjadi di tahun yang telah berlangsung sembari memohon kepada Yang Maha Kuasa agar tahun yang akan datang lebih baik dari pada tahun kemarin.
 
 
Peringatan pergantian tahun kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, karena kebetulan malam ini memasuki tahun Dal. KRT Wijoyopamungkas menjelaskan bahwa, “Tahun Dal adalah tahun yang lebih istimewa bagi orang Jawa karena merupakan tahun wiwitan atau tahun permulaan dari tahun Jawa yang memiliki siklus delapan tahun.”
 
 
Acara pada hari Kamis (21/9) diawali dengan Macapatan pada pukul 21.00 di Bangsal Pancaniti, Pelataran Kamandhungan Lor Keraton Yogyakarta. Kurang lebih pukul 23.30, puteri pertama dan kedua Sultan, GKR Mangkubumi dan GKR Condrokirono, beserta KPH Yudonegoro memasuki Pelataran Kamandhungan Lor atau yang sering disebut Keben. Pada kesempatan tersebut, KRT H. Gondohadiningrat menyampaikan laporannya selaku ketua panitia. Selanjutnya adalah sambutan dari Wakil Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Singgih Raharja, M.Hum.
 
 
GKR Mangkubumi kemudian menyampaikan sambutan untuk melepas para Abdi Dalem dan masyarakat umum yang akan melakukan lampah budaya mubeng beteng. Dalam sambutannya, beliau berharap agar semuanya diberi kelancaran dan keselamatan hingga acara berakhir. “Mugi sedaya saged lancar ngantos paripurna.” ujar GKR Mangkubumi.
 
Menjelang pemberangkatan, dilakukan penyerahan dwaja (bendera) yang terdiri dari bendera Merah Putih, bendera Gula Klapa (bendera Kasultanan), dan klebet Budi Wadu Praja (DI Yogyakarta). Disertakan juga lima bendera yang merepresentasikan kabupaten dan kotamadya, yakni klebet Bangun Tolak (Yogyakarta), Mega Ngampak (Sleman), Podang Ngisep Sari (Gunung Kidul), Pandan Binetot (Bantul), dan Pareanom (Kulon Progo).
 
 
Tepat pukul 24.00, rombongan pun berangkat ditandai dengan bunyi lonceng Kamandhungan Lor sebanyak 12 kali. Para Abdi Dalem yang membawa dwaja ada di barisan depan, diikuti oleh Abdi Dalem lainnya dan masyarakat umum. Adapun rute yang ditempuh adalah Kamandhungan Lor, Ngabean, Pojok Beteng Kulon, Plengkung Gading, Pojok Beteng Wetan, jalan Ibu Ruswo, Alun-Alun Utara, lalu kembali lagi ke Kamandhungan Lor.
 
Antusiasme masyarakat tampak pada panjangnya barisan rombongan dan padatnya setiap ruas jalan yang dilalui. Tidak hanya dari Yogyakarta, terdapat pula peserta lampah budaya mubeng beteng yang berasal dari kota lain maupun mancanegara.
 
Dhipta Mubeng Beteng 2017 (2)
GKR Mangkubumi menyerahkan bendera merah putih kepada wakil Abdi Dalem.