Talk Show: Launching Gendhing Soran Volume 1 dan Beksan Anak Keraton Yogyakarta

KHP Kridhomardowo Keraton Yogyakarta pada Senin (26/7) lalu mengadakan Talk Show: Launching Gendhing Soran Volume 1 dan Beksan Anak Keraton Yogyakarta. Gelar wicara (Talk Show) disiarkan langsung melalui kanal Youtube Kraton Jogja pukul 19.00 WIB di Kagungan Dalem Bangsal Srimanganti. Agenda ini digelar untuk menggantikan Uyon-Uyon Hadiluhung Selasa Wage yang biasanya menyajikan serangkaian gendhing dan tarian. Gelar wicara diselenggarakan secara tertutup, para pembicara dan Abdi Dalem yang bertugas telah melakukan tes swab dengan hasil negatif. Protokol kesehatan yang ketat diterapkan selama acara berlangsung.

Gelar wicara dimoderatori oleh KRT Widyopranasworo. KMT Suryowaseso, Wakil Penghageng KHP Kridhomardowo, mengawali diskusi dengan menceritakan perkembangan Uyon-uyon Hadiluhung hingga saat ini. Pertunjukan Uyon-uyon Hadiluhung dikemas mengikuti perkembangan zaman tanpa meninggalkan pakem. Sebagai langkah regenerasi, Keraton Yogyakarta juga membuka kesempatan bagi anak muda untuk menjadi Abdi Dalem Wiyaga, Pasindhen dan penari.

Talkshow 06 08 2021 01

Kanjeng Suryowaseso juga menyampaikan bahwa Keraton Yogyakarta mengapresiasi dan mendukung Hari Anak Nasional yang diperingati 23 Juli dengan menampilkan tarian dan karawitan anak-anak. Sedianya pertunjukan tersebut akan dipentaskan pada Uyon-uyon Hadiluhung Selasa Wage (26/7). Namun, karena masih dalam kondisi pandemi dan aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), pementasan beksan dan karawitan anak-anak ditunda pelaksanaannya hingga suasana kondusif. 

Diskusi kedua dipaparkan oleh Mas Wedana Susilomadyo selaku penata gendhing. MW Susilomadyo menjelaskan kilas balik peluncuran (launching) Gendhing Soran yang diresmikan pada Senin Pon (21/6) lalu bertepatan dengan Hari Musik Dunia. Gendhing Soran berasal dari kata sora yang artinya keras. Gendhing ini memiliki sifat yang gagah, prasaja dan agung. Gendhing Soran selalu ditabuh di awal pementasan untuk menggugah rasa dan semangat. Berbeda dengan Gendhing Lirihan, Gendhing Soran dihasilkan dari tabuhan semua instrumen gamelan. Tabuhan Gendhing Soran didominasi dari instrumen yang “mangaribawani”, seperti demung, saron peking, bonang panembung, bonang barung, kendhang, slenthem, gong dan tanpa menggunakan pasindhen (pelantun tembang).

Sesuai dengan mandat dari KPH Notonegoro selaku Penghageng KHP Kridhomardowo, peluncuran Gendhing Soran dilakukan untuk mengenang masa lalu namun dikemas masa kini tanpa melupakan esensinya. Gendhing Soran Volume 1 diluncurkan dengan singkat dan padat tetapi tetap memenuhi aturan yang berlaku. Keraton Yogyakarta sebagai garda depan budaya juga harus memberi contoh agar kesenian bisa diterima seiring perkembangan zaman.  

Gelar wicara beralih ke topik selanjutnya yang dipaparkan oleh Nyi Raden Wedana Pujaningrum selaku pamucal (pengajar) beksan putri. Berkecimpung di dunia tari selama 30 tahun, Nyi RW Pujaningrum selalu berupaya meningkatkan kecintaan tari pada anak-anak dimulai sejak usia PAUD. Dengan menanamkan seni tari sejak dini, anak-anak menjadi lebih mudah memperhatikan dan mempelajari. Nyi RW Pujaningrum mencontohkan, jika usia anak-anak lebih banyak aktivitas bermain, maka tarian dasar yang diajarkan juga mengandung permainan anak-anak.

Talkshow 06 08 2021 02

Sejalan dengan Nyi RW Pujaningrum, Mas Jajar Kusolomatoyo sebagai pamucal beksan putra memaparkan bahwa tari klasik memiliki pakem-pakem. Namun, untuk gerak tari anak-anak diracik sederhana dan disesuaikan dengan psikologis mereka. Hal ini bertujuan agar anak-anak senang dalam mempelajari tari. MJ Kusolomatoyo juga bertugas mengajar Beksan Laras Raga, yang sedianya ditampilkan untuk memeriahkan Hari Anak Nasional. Tarian ini juga akan menjadi bahan ajar tari anak-anak di keraton. 

Nyi RW Pujaningrum maupun MJ Kusolomatoyo sependapat untuk menjaga kebudayaan Yogyakarta dengan cara yang mudah dijalankan namun tidak menghilangkan rasa. Keduanya juga mengingatkan bahwa menanamkan budaya pada anak-anak menjadi tugas kita bersama agar kebudayaan tetap lestari seiring perkembangan zaman.