Kirab Trunajaya: Mangayubagya 35 Tahun Kenaikan Takhta Sri Sultan

Setiap tanggal 7 Maret, Keraton Yogyakarta memperingati Tingalan Jumenengan Dalem (Ulang Tahun Kenaikan Takhta) Sri Sultan Hamengku Buwono X dan GKR Hemas menurut kalender Masehi. Pada tahun 2024 ini, bertepatan dengan 35 tahun bertakhta, Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat pertama kalinya menggelar Kirab Trunajaya sebagai salah satu rangkaian peringatan Tingalan Jumenengan Dalem.

Kirab yang digelar Kamis (07/03) mulai pukul 16.00 WIB dengan rute DPRD DIY – Kagungan Dalem Bangsal Pagelaran ini melibatkan 42 penari Trunojoyo yang menunggangi kuda dan 2 pandego (kapten) sebagai pengawal. Trunojoyo merupakan tarian atau beksan yang dipentaskan saat pembukaan Pameran Abhimantrana, Jumat (08/03) malam di Bangsal Pagelaran. Kirab ini juga dimeriahkan dengan irama musik dari bregada prajurit Keraton Yogyakarta dan melibatkan 10 Kalurahan Budaya yang ada di DIY, masing-masing mengirimkan 30 orang perwakilan.

Pawai 4

“Kami rencanakan para penari Beksan Trunajaya yang tampil dalam Pembukaan Pameran Abhimantrana berpawai di sepanjang jalan Malioboro hingga sampai di Keraton Yogyakarta,” ungkap KPH Notonegoro, Penghageng Kawedanan Kridhamardawa yang juga menjabat sebagai Penghageng Kawedanan Kaprajuritan. Sebelum berangkat, KPH Notonegoro sebagai Manggala Yudha prajurit Keraton Yogyakarta, terlebih dahulu melakukan upacara penghormatan sekaligus menandai pemberangkatan kirab.

Salah satu alasan diselenggarakan Kirab Trunojoyo agar masyarakat luas dapat dengan mudah memahami salah satu rangkaian peringatan 35 Tahun Tingalan Jumenengan Dalem. “Dipilihnya Trunojoyo ini karena diambil dari nama beksan-nya yaitu Trunojoyo. Oleh karena itu, kami berharap masyarakat luas dapat mengetahui bahwa ini semua memang satu rangkaian dari pementasan tarian yang diselenggarakan,” ungkap MJ Renggowaditro sebagai pimpinan produksi Kirab Trunajaya.

Pawai 9

Dalam momentum ini, Keraton Yogyakarta kembali membangkitkan pementasan Beksan Trunojoyo setelah sempat berhenti karena adanya pandemi covid. “Sejak tahun 2019, setiap tanggal 7 Maret, kami selalu menampilkan beksan-beksan seperti ini untuk pembukaan pameran. Waktu itu (tahun 2019) Beksan Trunajaya hanya ditampilkan sepenggal, yaitu Lawung Ageng saja. Lalu pada tahun 2020 setelah persiapan dan latihan sebetulnya Beksan Trunajaya akan ditampilkan, namun terjadi pandemi sehingga ditunda, hingga akhirnya ditampilkan pada Pembukaan Pameran Temporer Abhimantrana, setelah melalui persiapan selama 4 tahun,” ungkap KPH Notonegoro.

Secara utuh, Beksan Trunojoyo merupakan satu kesatuan dari tiga repertoar mahakarya Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792). Rangkaian tersebut antara lain Lawung Alit (Lawung Alus), Lawung Ageng, dan Sekar Medura. Karya ini terinspirasi dari perlombaan watangan, yakni latihan ketangkasan berkuda dan memainkan tombak yang biasa dilakukan oleh Abdi Dalem Prajurit pada masa lalu.

Pawai 5

“Keunikan pada pementasan beksan ini selain menggabungkan tiga rangkaian beksan, kami menghadirkan 16 penari dalam rangkaian Lawung Ageng, yang biasanya hanya dilakukan oleh 4 penari saja,” jelas Raden Riyo Widodomondro selaku pamucal beksa (guru tari).  

Rangkaian kirab ini disambut antusias oleh masyarakat Yogyakarta maupun wisatawan di sepanjang rute yang dilalui. Agenda semacam ini jarang diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta terutama saat memperingati Tingalan Jumenengan Dalem.