Raden Riyo Candrakusuma, Revitalisasi Museum demi Generasi Cinta Budaya

Kagungan Dalem Museum Keraton Yogyakarta tengah berbenah. Dalam beberapa tahun terakhir, wisata Kagungan Dalem Museum Keraton Yogyakarta yang tersebar di kompleks Pagelaran, Kedhaton, Taman Sari, dan Wahanarata direvitalisasi. Kawedanan Radya Kartiyasa sebagai pengelola museum dan pameran keraton telah merancang master plan pengembangan unit-unit wisata keraton untuk masa mendatang.  Tentu saja, kawedanan ini juga memegang peran kunci dalam revitalisasi. 

Raden Riyo Condrokusuma (nama asli RM Pradiptya Abikusno Condro Putro) merupakan salah satu Abdi Dalem yang terlibat dalam revitalisasi ini, terutama di Wahanarata. Wahanarata merupakan nama baru untuk Museum Kereta Keraton Yogyakarta sebagai upaya branding untuk meningkatkan daya tarik objek wisata ini di mata pelancong. 

Figur 005

Awalnya Den Mas Diptya, demikian ia biasa dipanggil, didorong oleh ayahnya, GBPH Condrodiningrat, untuk menjadi Abdi Dalem. GBPH Condrodiningrat merupakan salah satu putra Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Beliau menjabat sebagai kapten prajurit keraton dan Wakil Penghageng Panitrapura. Beliau menekankan kepada sang putra, bahwa sebagai Sentana Dalem (kerabat sultan) sudah seharusnya ia berkontribusi terhadap keraton. 

Menyadari kebenaran pesan tersebut, Den Mas Diptya kemudian mendaftar dan diterima menjadi Abdi Dalem Kawedanan Sri Wandawa. Namun, jiwa muda mendorongnya mengeksplorasi dunia. Ia juga merasa belum punya banyak pengalaman yang bisa ia sumbangkan. Karenanya, ia mengambil jeda untuk kemudian ke Jakarta. Di kota metropolitan itu, ia sempat bekerja di dua perusahaan besar. 

Mengawal Transformasi Museum Kereta

Tahun 2018, Den Mas Diptya kembali ke Yogyakarta untuk melanjutkan studi S2 di Universitas Gadjah Mada, kemudian mulai berkeluarga dan membangun beberapa bidang usaha. Tak lama kemudian pada tahun 2021, ia dipanggil oleh GKR Bendara, Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Nitya Budaya, untuk bergabung di Kawedanan Radya Kartiyasa dan diberi tanggung jawab untuk mengelola Wahanarata. 

Tugas awalnya adalah merevitalilasi Museum Kereta Keraton Yogyakarta dan mengawal terbentuknya nama Wahanarata.

Museum yang tadinya berukuran 600 m2, setelah direvitalisasi menjadi empat kali lipat luasnya. Koleksinya pun bertambah, selain 23 kereta kerajaan, kini diperkaya dengan jempana (tandu), seragam kurir, peralatan berkuda, payung kebesaran, dan artefak lainnya. Selain itu, teknologi audio visual pun dihadirkan untuk makin memikat pengunjung. 

Semua kebaruan itu memberi semangat pada satu sisi, tetapi menghadirkan tantangan di sisi lain, terutama untuk Abdi Dalem yang bertugas di Wahanarata, mulai dari pemandu wisata sampai penjaga keamanan. Bagi Den Mas Diptya ini berarti bertambahnya tanggung jawab. Apalagi sejak awal, semua koleksi di museum tersebut memiliki nilai historis yang luar biasa. 

Figur 003

“Kan ada anggapan museum itu tempat benda-benda yang sudah dimuseumkan atau sudah tidak gunakan, tetapi yang beda dari lainnya di Wahanarata itu benda-bendanya masih digunakan. Jadi benda-benda masih dipakai, terutama keretanya,” ungkapnya. 

Ya, kereta-kereta kerajaan koleksi museum tersebut masih digunakan untuk upacara-upacara besar. Yang terakhir, dua belas kereta kerajaan digunakan dalam kirab Dhaup Ageng (upacara pernikahan) GKR Hayu pada 2013. Karenanya, setiap kereta harus selalu dalam kondisi terawat. “Itu tantangan terberatnya. Karena benda-benda ini masih digunakan. Berarti butuh pengawasan dan perawatan ekstra.” Selain untuk menyimpan, Wahanarata juga berfungsi sebagai tempat perawatan kereta. 

Pada 2023, salah satu kereta pusaka, Kiai Garudha Yeksa akan direstorasi oleh beberapa ahli keraton dengan melibatkan seorang ahli dari Italia. Ini merupakan proyek yang cukup kompleks karena membutuhkan kerja sama antarkawedanan. Tujuan restorasi tak hanya memastikan kereta layak pajang, tetapi juga layak pakai. 

“Tantangan lain adalah bagaimana anak muda tertarik dengan sejarah dan kebudayaan. Itu yang susah,” lanjut Den Mas Diptya. 

Menyikapi hal tersebut, Kagungan Dalem Museum Keraton Yogyakarta mengambil terobosan demi terobosan, di antaranya menerapkan teknologi digital. “Ada Augumented Reality dan sebagainya. Tiket pun sudah berubah, dari kupon sekarang jadi gelang yang ada barcode-nya.” 

Menurut Den Mas Diptya, museum perlu beradaptasi menyesuaikan zaman. “Jangan sampai (minat dan kecintaan generasi muda pada budaya) terputus gara-gara museum tidak beradaptasi dengan lingkungan yang ada, salah satunya dengan teknologi.”  

Figur 002

Setelah menjadi Abdi Dalem, lulusan Ilmu Komunikasi UAJY dan Master of Science Manajemen UGM ini mendapat banyak ilmu tentang kebudayaan dan adat istiadat. Ia merasakan perbedaan norma antara lingkungan kerjanya terdahulu dan sekarang, “Tapi memang saya mengambil apa yang baik dari pengalaman saya dan beradaptasi di sini.”

Den Mas Diptya banyak berinteraksi dengan pengunjung yang karakternya bervariasi. “Ketika dahulu saya ke Jakarta untuk mencari pengalaman yang banyak, ternyata di sini jauh lebih banyak. Kemudian dari keraton sendiri pun masih banyak yang belum saya pelajari. Walaupun (saya termasuk) keluarga tetapi kok banyak yang belum saya tahu ya. Kayaknya perlu waktu bertahun-tahun untuk mempelajarinya.” 

Pengunjung anak-anak tak luput dari perhatian pengurus museum. Karena anak-anak punya cara unik tersendiri untuk mengeksplorasi museum, Wahanarata memfasilitasi keingintahuan mereka dengan cara menyediakan peranti audio visual yang dikhususkan untuk mereka. Mereka dapat berkegiatan aktif dengan misalnya dengan membuat gambar yang kemudian dipindai lalu dimunculkan di layar. Gambar tersebut dianimasikan dengan program khusus. “Mereka bisa melihat (gambarnya) hidup.” Demikianlah salah satu upaya untuk menarik minat anak-anak mencintai museum dan belajar kebudayaan. 

Berbeda dari Abdi Dalem kawedanan lain yang kebanyakan libur dari akhir pekan, Abdi Dalem Radya Kartiyasa justru paling sibuk pada hari Sabtu, Minggu, dan hari libur nasional lain. Museum, sesuai dengan aturan internasional, tutup di hari Senin. 

Hari Senin dicurahkan oleh Den Mas Diptya untuk keluarga. Bapak satu anak yang memiliki beberapa bidang usaha ini juga menggunakan waktu luangnya untuk melakoni hobinya, yaitu traveling dan bermain futsal. 

Figur 001

Museum yang Lebih Baik

Berkarya di keraton membuat Den Mas Diptya menyadari pentingnya mengingat asal-usul kita serta memegang teguh adat istiadat. “Jadi sebagai anak muda walau kita berwawasan luas, harus tetap ingat asal-usul kita. Seperti pidato yang disampaikan Sri Sultan Hamengku Buwono IX ketika penobatan, ‘Walaupun saya telah mengenyam pendidikan barat tetapi pertama-tama saya adalah dan tetap adalah orang Jawa’.” 

“Museum sebagai salah satu wadah kita untuk mempelajari kebudayaan kita dan mau melestarikan kebudayaan kita,” sambungnya.  

Selain itu, sebagai Abdi Dalem yang tergolong muda, ia merasakan tantangan untuk membentuk karakter yang berintegritas dan berwawasan luas. Ia juga melihat ada perbedaan pandangan antara Abdi Dalem sepuh dan Abdi Dalem muda dalam memaknai pengabdian. “Bagaimana cara mengintegrasikan itu, itu juga menjadi tantangan.”

Terkait dirinya pribadi, ia merasa lebih tenang. “Jadi dalam memutuskan segala sesuatu tidak grusa-grusu lagi.” Ia menekankan bahwa di keraton yang difokuskan adalah hasil terbaik. “Yang dipentingkan adalah hasilnya, nggak cuma waktunya. Ujungnya itu bakal seperti apa sih, sajikan yang terbaik buat Keraton Yogyakarta. Waktu menjadi salah satu yang penting juga, tetapi tujuan utama kan di hasilnya itu,” lanjutnya. 

Kini makin banyak program diadakan oleh Radya Kartiyasa, misalnya pameran Narawandira yang diselenggarakan bulan Maret – Agustus 2023. Berbagai acara digelar sebagai rangkaian pameran besar ini, seperti tur botani di keraton dan pameran dolanan anak. 

Figur Cover

Museum Sri Sultan HB IX juga direnovasi dan dipercantik penyajian koleksinya. Ruang Daur Hidup yang dahulu berisi koleksi batik sekarang menyajikan koleksi-koleksi dalam upacara daur hidup, kini ruang tersebut telah dipoles menjadi lebih bagus dan lebih lengkap. Gedhong Patehan (tempat pembuatan teh) juga akan ditampilkan agar dapat dinikmati oleh pengunjung. “Banyak hal yang masyarakat umum belum tahu tentang keraton. Banyak hal yang kita belum sajikan,” terang Den Mas Diptya yang mengisyaratkan Kagungan Dalem Museum Keraton akan terus maju. 

Den Mas Diptya bercita-cita membantu program GKR Bendara mewujudkan museum yang lebih baik, “Dengan standar yang lebih tinggi, dengan penyajian koleksi yang lebih baik lagi, dengan mengintegrasikan teknologi terkini sehingga anak muda bisa tertarik dan belajar budayanya sendiri.”