Pentas Wayang Wong Gana Kalajaya, Perkuat Hubungan Diplomatik Indonesia-India
- 29-09-2021
Dalam rangka HUT ke-76 Kemerdekaan Indonesia dan mempromosikan pariwisata, seni, budaya serta merawat hubungan baik antara Indonesia dengan India, Keraton Yogyakarta bekerja sama dengan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Mumbai, menggelar pertunjukan Wayang Wong (Wayang Orang) bertajuk “Gana Kalajaya”. Pertunjukan virtual ini disiarkan secara langsung dari Pelataran Srimanganti, Keraton Yogyakarta, melalui kanal YouTube KJRI Mumbai dan di-relay kanal YouTube Kraton Jogja pada Sabtu (25/09).
Pementasan yang digelar pukul 19.00-22.00 WIB atau 17.30-21.00 IST (waktu India) ini, dibuka dengan Tari Bedhaya Sang Amurwhabumi dan dihadiri secara langsung oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X. Wayang Wong Gana Kalajaya dan Bedhaya Sang Amurwhabumi merupakan Yasan Dalem (karya)Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Selain Ngarsa Dalem, turut hadir permaisuri GKR Hemas, Putra Dalem Putri GKR Mangkubumi, GKR Condrokirono, GKR Hayu, Mantu Dalem KPH Wironegoro, Wayah Dalem RAj Artie Ayya Fatimasari, RAj Nisaka Irdina dan Abdi Dalem secara terbatas dengan penerapan protokol kesehatan ketat. Hadir pula secara daring dari India, yakni Menteri Pariwisata, Lingkungan Hidup, dan Protokol Negara Bagian Maharashtra, Aditya Thackeray dan Konsulat Jenderal RI Mumbai, Agus Prihatin Saptono.
Sri Sultan dalam sambutannya menyampaikan, bahwa pementasan pada malam tersebut mengingatkanbeliau pada peringatan enam dekade Hubungan Diplomatik India-Indonesia. Momentum tersebut dirayakan dengan Kolaborasi Sendratari “Ramayana India-Indonesia” di Candi Prambanan, 9 November 2011.
Selain itu, Sri Sultan menyebut dukungan dan bantuan India, melalui Konjen Biju Patnaik, pada masa revolusi 1945 di Ibukota Republik Yogyakarta, juga menjadi fondasi eratnya hubungan antarkedua bangsa. “Selain legacy Nehru-Soekarno saat membangkitkan Semangat Bandung, juga bayangan kuatnya ikatan budaya yang terbangun sejak berabad lalu. Dan di masa kini, menjadi kewajiban kitalah untuk mengisinya guna lebih mengeratkan persahabatan India-Indonesia, dimana Yogya turut berperan,” tutur Sri Sultan.
Lanjut Sri Sultan, “Jika merefleksikan kunjungan Rabindranath Tagore ke Yogyakarta tahun 1927. Setelah sekilas mengamati, ia lantas berkomentar, ‘Saya melihat India di mana saja, tapi saya tak mengenalnya’. Tagore terpesona akan kreativitas dan adaptasi pujangga Jawa atas sumber-sumber India.”
Dengan banyaknya cerita dan sejarah antara Indonesia-India, Sri Sultan menyambut baik dan mengapresiasi rintisan kerjasama seni-budaya gelaran Wayang Wong “Gana Kalajaya” tersebut. “Lakon ini adalah karya adiluhung yang dipetik dari kekayaan seni budaya Jawa bersumber dari India. Kisah dewa ini diharapkan memberi inspirasi, agar kita selalu ora mingkuh dalam menghadapi tantangan dan cobaan hidup apa pun, sebagaimana dipersonifikasikan oleh sosok Batara Gana,” urai Sri Sultan.
Adapun Wayang Wong “Gana Kalajaya” merupakan kisah klasik tentang kelahiran Batara Gana/Dewa Ganesha dalam versi Keraton Yogyakarta. Sebagai tokoh sentral dalam pertunjukan ini, Batara Gana digambarkan sebagai dewa sakti berbadan manusia, berkepala gajah dan memiliki gading yang kuat. Berkat jasanya menaklukan raja raksasa Prabu Nilaudraka, ia diangkat sebagai salah satu dewa di kahyangan dengan gelar Batara Gana atau Batara Ganesha.
Dewa Ganesha atau Lord Ganesha merupakan salah satu dewa yang diagungkan di dalam kehidupan masyarakat Hindu di India sebagai Dewa Ilmu Pengetahuan. Lord Ganesha juga dianggap sebagai simbol kebijaksanaan, perlindungan, dan keberuntungan. Pemilihan cerita “Gana Kalajaya” pada pertunjukan kali ini dirasa sesuai dengan suasana perayaan Festival Ganesha Chaturthi di India, terutama di daerah Mumbai, Maharashtra, yang berlangsung selama sepuluh hari pada awal bulan September.
Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Kridhomardowo, KPH Notonegoro mengutarakan bahwa dalam perjalanan pementasannya, Wayang Wong Gana Kalajaya membutuhkan banyak referensi. “Ini merupakan kali pertama lakon Gana Kalajaya dipentaskan. Sebagian besar pemain yang terdiri dari Abdi Dalem dan keluarga keraton harus aktif mencari rujukan,” jelasnya.
Selama 10 tahun terakhir, tokoh Batara Gana tidak pernah dimunculkan. Oleh karenanya, Kanjeng Noto banyak mengadakan diskusi dengan para penari dan pemucal (pengajar tari) di Keraton Yogyakarta. Dengan adanya diskusi tersebut, gambaran mengenai tokoh yang jarang dimunculkan dapat ditampilkan dengan baik. Pementasan ini melibatkan lebih dari 35 Abdi Dalem Mataya (penari) KHP Kridhomardowo. KPH Notonegoro juga turut berperan sebagai Batara Guru, selain itu Wayah Dalem (cucu Sri Sultan HB X) RM Dhrastya Wironegoro ikut memerankan tokoh Batara Bayu.
Harapannya, dengan adanya pementasan ini, cerita sejarah akan terus terjaga. Selanjutnya dapat menjaga citra people to people contact antara Indonesia dan India. Sekaligus dapat meningkatkan minat kunjungan wisatawan India ke Indonesia dan sebaliknya.