KMT Wisayautama, Kecintaan pada Budaya yang Membawa Ketenteraman Jiwa
Dimas Hargojati terlahir sebagai anak Abdi Dalem. Beberapa kerabatnya pun membaktikan diri sebagai Abdi Dalem. Saat dewasa, ia berjodoh dengan perempuan anak Abdi Dalem. Meski demikian, tak ada yang mendorongnya untuk mengikuti “tradisi” keluarga tersebut. Keinginan untuk mengambil peran dalam menjaga dan melestarikan budaya Jawa datang dari lubuk hatinya yang terdalam. Panggilan ini menuntunnya mendaftar menjadi Abdi Dalem keraton pada 2010.
“Memang krenteg diri sendiri, tidak ada ajakan dari siapa pun, mencari (sendiri) informasi bagaimana menjadi Abdi Dalem.”
Awalnya ia ditempatkan sebagai penjaga Regol Gapura Pecaosan. Ia bertugas membuka dan menutup pintu-pintu gerbang keraton seperti Regol Keben, Regol Danapratapa, Regol Kasatriyan, dan Regol Magangan. Selain itu, ia turut menjaga keamanan lingkungan keraton dan museum yang berada di dalam istana.
Ia menjalani sowan bekti selama setahun, lalu diteruskan dengan magang dua tahun. Pada 2013, ia dipindahkan ke Kawedanan Halpitapura. “Karena waktu itu Halpitapura kekurangan Abdi Dalem. Baru ada empat Abdi Dalem yang bertugas di Kawedanan Halpitapura,” ungkapnya.
Pada masa-masa awal tersebut, ia mengisi kekosongan jabatan carik. “Di samping (mengurusi) administrasi surat menyurat juga melayani panyuwunan dari Kawedanan Punakawan.” Tahun 2015, ia resmi diangkat menjadi carik. Nama Paring Dalem yang ia dapatkan berganti ketika ia naik pangkat ke bupati anom, dari Hargo Halpitajati menjadi Wisayautama.
Penyedia Ubarampe Upacara
Secara struktur, Kawedanan Halpitura berada di bawah Kawedanan Hageng Punakawan Parasraya Budaya yang kini dipimpin oleh GKR Maduretno. Pada pokoknya, Halpitapura bertanggung jawab menyiapkan kelengkapan yang diperlukan untuk melaksanakan upacara Hajad Dalem. Tiap kawedanan yang melaksanakan upacara membuat daftar kebutuhan dan selanjutnya mengajukan ke Kawedanan Halpitapura. Khusus untuk upacara Hajad Dalem, ubarampe atau kebutuhan yang dibutuhkan oleh masing-masing kawedanan memang cukup banyak dan semua itu dipersiapkan oleh Kawedanan Halpitapura. Sehingga perlu ketelitan dan kehati-hatian dalam mendistribusikan kebutuhan sesuai permintaan masing-masing kawedanan.
“Utamanya memang untuk Hajad Dalem. Karena untuk Hajad Dalem, ubarampe yang diminta dari Halpitapura itu banyak, jadi harus hati-hati dan juga diawasi untuk ubarampe yang mau diberikan kepada kawedanan (departemen) yang mau mengambil.”
Selain itu, Halpitapura juga bertanggung jawab atas pengadaan ubarampe sesaji, persiapan dan penyajian Dhahar Dalem (hidangan untuk Sri Sultan), dan menyediakan Patedan atau makanan bagi Abdi Dalem keamanan di keraton.
Sebagai carik, Kanjeng Mas Tumenggung (KMT) Wisayautama utamanya mengurusi administrasi, surat menyurat, dan mengkoordinasi Abdi Dalem di kawedanan tersebut. Namun, di Halpitapura, setiap Abdi Dalem terjun ke semua pekerjaan dan saling membantu.
Saat ini, selain diurus seorang carik, Halpitapura digawangi oleh dua orang kahartakan (bendahara), dan tiga lumaksana (pelaksana) yang tiap-tiapnya memiliki tugas terkait perbelanjaan, penjagaan gudang, dan ladosan (pelayanan). Golongan ladosan bertanggung jawab memberikan barang yang sudah disiapkan kepada kawedanan yang menyadong (meminta). “Walau ada yang bertanggung jawab semua bisa dikerjakan bersama-sama,” jelasnya lebih jauh. Khusus untuk penyediaan makanan, Halpitapura hanya menyediakan anggarannya. Sedangkan yang berbelanja dan memasak adalah Abdi Dalem Pawon.
Halpitapura menyediakan ubarampe berdasarkan jadwal Hajad Dalem. Nyaris semuanya adalah barang sekali pakai. Oleh karenanya, tiap tahun ada pembelian barang baru. Tiap upacara membutuhkan ubarampe yang khas dan berbeda dari upacara lainnya. Upacara Labuhan misalnya, membutuhkan berbagai kain batik dengan motif tertentu. Setiap delapan tahun sekali, pada tahun Jawa Dal, diadakan Labuhan Ageng di Gunung Merapi yang mensyaratkan ubarampe khusus berupa kambil watangan atau pelana kuda.
“Kambil watangan itu hanya untuk Labuhan Merapi. Itu ditinggal di sana, tahun mendatang pengadaan lagi. Barang dan ubarampe itu hanya sekali pakai. Seperti kain kan ada yang dibagikan. Jadi setiap tahun selalu diadakan.”
Keprajuritan
Selain mengabdi di Halpitapura, KMT Wiyasautama aktif dalam kegiatan keprajuritan keraton, tepatnya di Bregada Daeng. Di satuan tersebut ia bertugas sebagai jajar senjata sara geni atau pembawa senjata api yang berbunyi. Biasanya senjata tersebut difungsikan untuk menghasilkan tembakan salvo.
Ia melakukan caos setiap dua puluh hari sekali sebagaimana diwajibkan bagi semua prajurit. Ia juga mengikuti gladi prajurit seminggu sekali. “Ada jemparingan (panahan), pencak silat, tulup (sumpit) dan plintheng (katapel),” jelasnya. Keterlibatannya dalam bregada ini bahkan sudah dimulai sebelum ia menjadi Abdi Dalem.
Anggota bregada akan lebih sibuk menjelang Hajad Dalem. Mereka melakukan persiapan sejak sebulan sebelum hari H, termasuk mengadakan gladi kotor dan gladi bersih.
Kecintaannya yang begitu besar terhadap budaya Jawa juga ia tunjukkan dengan bergabung dalam tim pawiyatan (pelatihan) keraton. Pria yang tinggal di kawasan Jalan Parangtritis KM 14 ini menjadi operator presentasi Power Point setiap kali mereka menyelenggarakan pelatihan bagi Abdi Dalem maupun pegawai-pegawai pemerintahan provinsi atau daerah, di dalam dan di luar keraton.
Pengalaman
KMT Wisayautama menjalankan semua tugasnya dengan hati senang. Sarjana ekonomi ini selalu mengupayakan untuk bekerja sama secara harmonis dengan siapa pun. “Karena kalau di dalam keraton, Abdi Dalem itu kan bermacam-macam, dari yang muda sampai yang tua. Untuk yang tua-tua itu kan obrolan penyampaian harus jelas.”
Jadwal tugasnya di keraton berlangsung enam hari dari Senin-Sabtu, pukul sembilan pagi hingga dua siang. Di luar itu, ia membantu mengelola usaha toko kelontong milik orang tuanya. Selain itu, ia juga menikmati hobinya mengutak-katik sepeda motor dan memelihara burung berkicau.
Dengan semua aktivitasnya, ia merasakan pilihannya untuk mengabdi pada keraton membawa ketentaraman batin serta perbaikan karakter. “Yang jelas bisa lebih sabar. Dulu kurang sabar, setelah menjadi Abdi Dalem ada perubahan seperti itu.” Selain itu, ia merasa lebih semeleh dan lebih tenang saat menghadapi masalah.
Ia juga lebih memperhatikan sopan santun dan unggah-ungguh. Pelajaran tata krama yang ia dapatkan di keraton dapat ia terapkan di mana saja.
Ia bercita-cita untuk mengabdi sepanjang masih diberi umur dan kesehatan untuk melaksanakan kewajiban. Untunglah, sang istri yang ia nikahi setahun lalu memberinya dukungan penuh.
Ia mengajak anak muda untuk ikut melestarikan dan menjaga budaya bangsa. “Walau sekarang zaman modern tetapi kalau bisa, mari tetap menjaga budaya kita sendiri.”
PERISTIWA POPULER
- Pentas Wayang Wong Gana Kalajaya, Perkuat Hubungan Diplomatik Indonesia-India
- Peringati Hari Musik Sedunia, Keraton Yogyakarta Gelar Royal Orchestra dan Rilis Album Gendhing Soran Volume 1
- Talk Show: Kendhangan Ketawang Gaya Yogyakarta dan Launching Kendhangan Ketawang
- Bojakrama, Pameran Jamuan di Keraton Yogyakarta Usai Digelar
- Tetap Patuhi Prokes, Pembagian Ubarampe Gunungan Garebeg Besar Digelar Terbatas