Nyi Mas Riyo Hamong Sastrowiyono, Dedikasi Keparak Melintas Dekade
Di Keraton Yogyakarta terdapat sekelompok Abdi Dalem Perempuan yang disebut Keparak. Berada di bawah Kawedanan Sri Wandawa, mereka secara umum mengurusi hal-hal domestik dan menyiapkan kebutuhan kerabat dekat Sultan atau sentana. Berkat peran mereka, rutinitas harian di dalam keraton berjalan sesuai pranatan.
Lasmiyati atau biasa dipanggil Bu Lasmi telah menjadi Kanca Keparak selama kurang lebih tiga dekade. Keterlibatannya di Keraton Yogyakarta dimulai oleh ajakan Pakde-nya yang merupakan Abdi Dalem Silir. Tak hanya mengajak, sang Paman juga memastikan Bu Lasmi berangkat ke keraton untuk menunaikan tugas.
“Kalau nggak masuk (kerja), pakde saya nyari dan bertanya, apa nggak punya uang saku? Kalau nggak punya uang saku, ya gimana caranya, prihatin,” kenang Bu Lasmiyati tentang almarhum pamannya. “Pernah Pakde saya itu memberikan semua uang gajinya sebulan untuk saya. Nih, buat uang saku, dihemat, katanya.”
Meski kadang didera lelah dan malas, Bu Lasmiyati menuruti nasihat pakde untuk menjalani laku prihatin. Tinggal di Bakulan, Bantul (kurang lebih 14 km dari keraton), ia mengandalkan bus kota untuk berangkat dan pulang kerja. Ia harus naik bus dua kali untuk sampai di keraton. Namun, demi menghemat, ia memilih naik bus sekali dan melanjutkan dengan berjalan kaki. Terkadang, ia naik sepeda. Hingga, bertahun-tahun kemudian ia mampu membeli sepeda motor sendiri.
Bu Lasmi mulai magang pada 4 April 1994. Deretan angka empat pada tanggal itu menggembirakannya karena ia menyukai angka empat. Angka tersebut menjadi favoritnya sebab ia lahir tanggal 4 Desember 1964.
Pengabdian Melintas Dekade
Saat menjalani magang, Bu Lasmi hanya berdua dengan temannya, kala itu jumlah Abdi Dalem masih terbatas. Setelah menyelesaikan magang selama dua tahun, Bu Lasmi diwisuda sebagai Abdi Dalem dan mendapat Nama Paring Dalem Nyi Mas Jajar Hamong Sastrowiyono. Nama Sastro disematkan sebagai tanda bahwa ia seorang carik atau sekretaris. Ia ditempatkan di tepas atau kantor dan bertanggung jawab mengurus kepentingan administrasi anggota Abdi Dalem Keparak. Ia menyiapkan jadwal piket, memeriksa kehadiran, melakukan pembayaran gaji, hingga mengurusi kenaikan pangkat mereka.
Sebagaimana Abdi Dalem Keparak lainnya, Bu Lasmi juga mendampingi dan membantu Sri Sultan beserta keluarga saat mereka mengikuti upacara Hajad Dalem seperti Ngapem, Numplak Wajik, Siraman Pusaka, Tingalan Dalem Jumenengan, Peksi Burak, Garebeg, dan lain sebagainya.
Secara teratur pangkatnya naik, dari jajar hingga sekarang menjadi riyo bupati anom. Selama itu, ia terus mengabdi sebagai Kanca Keparak. Setelah tiga puluh tahun menjadi carik, Bu Lasmi beralih jabatan menjadi hartakan atau bendahara.
Tugas Kanca Keparak
Kanca keparak terbagi dalam lima golongan berdasarkan tempat tugasnya, yaitu Sumbagan, Sareyan, Dhak nJawi, Dhak Lebet, dan Sedhahan. Tugas utama kelompok Sedhahan adalah meronce bunga untuk sesaji malam Selasa Kliwon dan malam Jumat. Selain itu, mereka juga melayani Ngarsa Dalem dan putra-putri saat mereka hendak keluar dari Gedhong Jene. Tugas lainnya adalah membersihkan Bangsal Sekar Kedhaton.
Sementara itu, Kanca Keparak Sareyan bertanggung jawab atas kebersihan Gedhong Prabayeksa. Keparak Dhak nJawi bertugas membersihkan area Bangsal Pengapit dan pelataran, menyiapkan kutug (pedupaan) untuk sesaji malam Selasa Kliwon dan malam Jumat yang ditempatkan mulai dari Regol Keben hingga Sasono Hinggil. Selain itu, mereka membantu membuat minuman.
Tugas Dhak Lebet meliputi membersihkan Bangsal Pengapit dan pelataran, membuat minuman, dan menyiapkan songsong (payung) untuk Sri Sultan saat miyos dalam acara Garebeg, Siraman Pusaka, dan upacara-upacara lainnya. Yang terakhir, kelompok Sedhahan bertanggung jawab untuk menyiapkan sesaji.
Kanca Keparak yang merupakan pelaksana pekerjaan harian bekerja secara berkelompok dua hingga tiga orang selama 48 jam berturut-turut dalam seminggu, yang artinya mereka menginap semalam di keraton. Begitu tugas satu kelompok berakhir, kelompok lain sudah siap menggantikan mereka.
Awalnya menjadi Abdi Dalem semata atas suruhan, Bu Lasmi menemukan semangatnya tumbuh saat ia mengikuti pawiyatan (pendidikan) pada 2010. “Setelah itu kita tahu bahwa Abdi Dalem itu bukan abdi biasa, tetapi abdinya budaya. Kan beda.” Ia mengaku tidak bermalas-malasan lagi dalam bekerja.
Omongan-omongan bernada meremehkan pun tak ia hiraukan. “Pokoknya niatnya baik.”
Salah satu pengalaman lucu yang tak pernah ia lupakan adalah sanggulnya yang lepas saat menghadap di Kawedanan Parentah Hageng untuk mencari surat magang. “Waktu itu saya belum bisa berdandan pakai gelungan, cuma dipasang begini, tetapi rambut saya masih pendek sekali. Di Parentah Hageng itu gelungan saya menggelundung.” Ia tertawa renyah mengenang peristiwa itu. Diakuinya, pada masa-masa awal masuk keraton, ia memang belum fasih mengenakan pakaian tradisional, termasuk memakai semekan (kemben) dan gelung tekuk.
Ditempatkan di tepas, Bu Lasmi bekerja di keraton seminggu empat kali mulai pukul 08.30 hingga 13.30 WIB. Di luar jadwal tersebut, ia datang ke keraton bila ada tugas lain, terutama menyangkut upacara adat.
Waktu lainnya ia habiskan di rumah untuk memelihara ternak seperti itik dan kalkun, serta bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Hidupnya diliputi ketenangan dan rasa semeleh. Ia berpesan agar anak-anak muda menjaga budaya. “Karena kita berada di Jogja istimewa,” ujarnya.
PERISTIWA POPULER
- Pentas Wayang Wong Gana Kalajaya, Perkuat Hubungan Diplomatik Indonesia-India
- Peringati Hari Musik Sedunia, Keraton Yogyakarta Gelar Royal Orchestra dan Rilis Album Gendhing Soran Volume 1
- Talk Show: Kendhangan Ketawang Gaya Yogyakarta dan Launching Kendhangan Ketawang
- Bojakrama, Pameran Jamuan di Keraton Yogyakarta Usai Digelar
- Tetap Patuhi Prokes, Pembagian Ubarampe Gunungan Garebeg Besar Digelar Terbatas