KRT Purwowinoto, Tangan Dingin bagi Rumah Tangga Keraton Yogyakarta
KRT Purwowinoto
Pengorganisasian yang rapi sangatlah vital agar seluruh kegiatan mereka berjalan lancar. Salah satu yang berperan penting di balik kelancaran kegiatan Sultan dan keluarganya adalah tangan dingin KRT. Purwowinoto. Beliau merupakan Penghageng II Tepas Purwoajilaksana, bagian dari keraton yang menangani kesekretariatan, protokoler, dan rumah tangga. Dapat dibilang, beliau adalah kepala urusan rumah tangga keluarga Sultan.
KRT Purwowinoto lahir tahun 1958 dengan nama Ronni Mohamad Guritno. Pak Ronni, demikian beliau biasa disapa, lulus dari Fakultas Hukum UGM dan melanjutkan jenjang S2 di Magister Manajemen perguruan tinggi yang sama.
“Saya ndherek di sini sejak tahun 90, sejak beliau (Sri Sultan) belum jadi Gubernur,” tuturnya membuka percakapan. “Saat beliau diangkat menjadi gubernur, saya dipanggil untuk menjadi asisten pribadi selama dua tahun. Setelah itu saya kembali ke keraton.”
Ronni tidak secara sengaja berkarier sebagai Abdi Dalem. Sebelumnya ia bekerja di BK3S (Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial) yang diketuai GKR Hemas. Ketekunan dan keseriusannya dalam bekerja agaknya menarik perhatian Gusti Kanjeng Ratu Hemas hingga beliau meminta Ronni untuk membantunya di kesekretarian keraton. Awalnya hanya untuk mengurus surat menyurat. Ternyata ia bertahan hingga sekarang dengan jabatan dan tugas yang terus berkembang.
Asisten Pribadi Keluarga Sultan
Sebagai kepala urusan rumah tangga, Ronni terlibat dalam nyaris semua peristiwa keluarga Ngarsa Dalem. Ia menyaksikan pertumbuhan para putri, proses pendidikan, dan pernikahan, hingga kelahiran cucu-cucu Sultan. Tugasnya meliputi pekerjaan sederhana, pernah mengantar sekolah putri-putri, hingga pekerjaan rumit seperti membawa pulang ari-ari (plasenta) dari luar negeri saat salah satu cucu Sultan lahir di Australia.
“Di dalam tembok keraton semuanya spektakuler karena selalu memiliki nilai yang kadang-kadang tidak bisa saya pahami karena luar biasa. Setiap kagungan kersa mantu (pernikahan putri sultan) juga pekerjaan yang luar biasa.”
“Namun hal paling berkesan bagi Ronni justru menyaksikan tumbuh kembang para Putri Dalem. Dulu mereka (sewaktu kecil) ikut Kanjeng Ratu rapat, sekarang bisa memimpin rapat, memberi masukan, dan mengarahkan orang lain. Di situ situ saya ikut merasa bangga.”
Di sisi lain ia mengakui tingkat stress yang ia hadapi cukup tinggi. Tenggat waktu tak pernah putus. Namun ia punya cara jitu untuk mengatasinya. “Saya mengalir saja karena saya mengikuti semua dawuh beliau (Sultan), semua bisa dilakukan asal dengan sungguh-sungguh dan hati yang ikhlas.”
Jiwa Sosial
Di luar keraton, Ronni bekerja di Dewan Kerajinan Nasional DIY yang diketuai oleh GKR Hemas. Dewan ini bertanggung jawab untuk mengembangkan potensi kerajinan daerah. Bidang sosial dan kebudayaan memang selalu menjadi ketertarikan Ronni sejak semula. Ia paling senang mendengarkan alunan gamelan dan menonton tari tradisional. Selain itu ia juga berkecimpung dalam mengembangkan batik dan tekstil tradisional, termasuk mengkolaborasikannya dengan industri digital.
Karena itulah nyaris seluruh waktu Ronni habis untuk pekerjaan. Pagi hingga sore ia bekerja di Dewan Kerajinan Nasional, lalu sore hingga malam ia bekerja di keraton. Akhir pekan pun ia kadang harus bekerja. Semua ia jalani dengan lapang dada. Ia sudah merasa cukup dengan apa yang ia jalani, bercengkerama dengan anak cucu dikala waktu libur itu adalah saat bahagia baginya.
Keluarganya pun sudah mengerti. Istri Pak Ronni, tiga putra-putrinya dan tiga cucunya sama sekali tidak mempermasalahkan apabila ia mendadak harus ke keraton untuk suatu urusan saat mereka tengah bersama.
“Di sini tidak ada kata nanti, tidak ada kata mendadak. Apa yang kami tahu itu adalah dhawuh ya harus kami kerjakan,” Pak Ronni menuturkan salah satu prinsipnya. Kini jumlah staff yang semakin banyak membuat Pak Ronni tak sesibuk dulu.
Hati-Hati dalam Melangkah
Menjadi Abdi Dalem otomatis menimbulkan kehati-hatian dalam hati Ronni. “Saya harus lebih berhati-hati dalam melangkah baik secara fisik maupun dalam cara berpikir karena itulah konsekwensi abdi dalem yang harus setia kepada dhawuh Rajanya".
Dalam hal ini Ronni mengaku mengambil pelajaran dari nasihat Sultan yang beberapa kali ia dengar. “Yang pertama jangan takut kehilangan harta. Harta itu bukan apa-apa. Yang kedua, jangan takut kehilangan nyawa karena nyawa (saat di dunia) itu cuma separo. Yang ketiga, takutlah kehilangan kepercayaan, karena kepercayaan adalah yang membuat hidupmu baik"
Ronni yang kalem dan lemah lembut itu tahu betul pentingnya menjaga kepercayaan. Meski sangat dekat dengan keluarga Sri Sultan, ia tak pernah sekali pun mengumbar hal-hal yang bersifat pribadi.
Selain itu ia tidak memiliki ambisi pribadi. Yang ia inginkan adalah keberlangsungan eksistensi keraton dengan segala infrastruktur dan budayanya.
“(Keraton) kan universal, tidak mengampu satu golongan tertentu. Jadi itu harus dipertahankan. Dipertahankan untuk masa depan. Kalau ada perubahan ya di kulit saja. Kalau sekarang sistemnya digital, semua informasinya pakai digital itu merupakan perubahan yang memang harus dilakukan, tapi kan pakemnya (harus) tetap sama.”
Ronni Guritno Dalam Kegiatan Sehari-hari
PERISTIWA POPULER
- Pentas Wayang Wong Gana Kalajaya, Perkuat Hubungan Diplomatik Indonesia-India
- Peringati Hari Musik Sedunia, Keraton Yogyakarta Gelar Royal Orchestra dan Rilis Album Gendhing Soran Volume 1
- Talk Show: Kendhangan Ketawang Gaya Yogyakarta dan Launching Kendhangan Ketawang
- Bojakrama, Pameran Jamuan di Keraton Yogyakarta Usai Digelar
- Tetap Patuhi Prokes, Pembagian Ubarampe Gunungan Garebeg Besar Digelar Terbatas