Pawon Ageng
- 15-10-2018
Pawon, dalam bahasa Jawa berarti dapur. Kata “pawon” sendiri berasal dari kata dasar “awu” yang berarti abu. Sebutan pawon menggambarkan kondisi dapur tradisional yang selalu identik dengan keberadaan abu dari tungku masak.
Pawon Ageng dipimpin oleh seorang juru masak yang dibantu beberapa staf. Secara keseluruhan tim masak ini disebut Boja. Keraton Yogyakarta memiliki beberapa Pawon Ageng dengan tugas dan fungsi yang berbeda-beda. Dari masa ke masa, pawon keraton selalu mengalami perubahan sesuai dengan keperluan dan perkembangan zaman.
Pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono IX bertakhta, Keraton Yogyakarta memiliki lima pawon utama, Pawon Wetan, Pawon Kilen, Pawon Patehan, Pawon Prabeya, dan Pawon Gondokusuman.
Pawon Wetan
Pawon Wetan yang berada di sebelah timur Plataran Magangan. Pawon ini sering disebut juga Pawon Sekulanggen. Pawon Sekulanggen bertugas menyajikan bungkusan nasi, atau tempelangan yang berisi nasi dengan tempe bacem untuk para Abdi Dalem, juga menyiapkan sesaji untuk upacara keraton. Pawon Sekulanggen dipimpin oleh seorang petugas yang bernama Nyi Lurah Sekulanggi.
Saat ini, Pawon Sekulanggen bertugas menyiapkan sesaji harian untuk keraton. Tugas tersebut dilaksanakan bergantian tiap bulan dengan Pawon Gebulen.
Pawon Kilen
Pawon kedua adalah Pawon Kilen yang terletak di sebelah barat Plataran Magangan. Pawon ini sering disebut sebagai Pawon Gebulen atau Pawon Sekul Gebulen. Nama tersebut berasal dari set menu dhahar kebuli yang diolah di sini, yaitu masakan nasi berbumbu semacam gulai kambing. Di pawon ini disediakan pula semacam nasi rames dan sop kimlo. Hidangan tersebut disajikan di besi (mangkuk dengan tutup) untuk para kerabat. Pawon Gebulen dipimpin oleh seorang Abdi Dalem yang diberi nama Paring Dalem Raden Ayu Gebuli.
Saat ini, Pawon Gebulen bertugas menyiapkan sesaji harian untuk keraton, bergantian tiap bulan dengan Pawon Sekulanggen. Selain itu, Pawon Gebulen juga bertugas menyiapkan sesaji untuk upacara-upacara Sugengan Ageng.
Pawon Patehan
Pawon Patehan bertugas untuk menyiapkan dan menyajikan minuman. Pawon ini terletak di dalam Plataran Kedhaton. Setiap hari Pawon Patehan menyiapkan Ladosan Dalem untuk Sultan pukul 6.00 pagi dan 11.00 siang yang kemudian akan dibawa oleh Abdi Dalem Keparak. Selain Ladosan Dalem, Patehan menyajikan minuman untuk upacara di lingkungan keraton, seperti Ngabekten, Jamasan Pusaka, dan Pisowanan Malem Garebeg.
Saat ini, selain menyiapkan minuman untuk acara-acara di keraton, Pawon Patehan masih menyiapkan teh setiap pukul 6.00 dan 11.00. Hidangan tersebut tidak lagi disajikan untuk Sultan, namun diletakkan sebagai sesaji di Bangsal Prabayeksa.
Pawon Prabeya dan Pawon Gondokusuman
Pawon Gondokusuman dan Pawon Prabeya bertugas menyiapkan Dhahar Dalem, hidangan sehari-hari Raja. Pawon ini sudah dikenal sejak masa Sri Sultan Hamengku Buwono VII (1877-1921). Pawon Prabeya terletak di sebelah barat Plataran Magangan, utara Pawon Kilen. Sedang Pawon Gondokusuman terletak di dalam kompleks Keputren.
Saat ini, Pawon Gondokusuman sudah tidak lagi difungsikan. Sedang Pawon Prabeya setiap hari bertugas menyediakan Ladosan Dhahar Dalem yang diantar oleh Abdi Dalem Gladhag menggunakan jodhang.
Pawon Garwa Dalem
Selain pawon-pawon tersebut, terdapat pawon khusus yang berada di kediaman para Garwa Dalem atau istri Sultan. Pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono IX, terdapat Pawon Pintakan milik KRAy. Pintoko Purnomo, Pawon Windyaningrum milik KRAy. Windyaningrum, dan Pawon Hastungkaran milik KRAy. Hastungkara.
Besar kecilnya keluarga Sultan yang bertakhta pada suatu masa sangat berpengaruh pada keberadaan pawon keraton. Saat ini terdapat Pawon Karaton Kilen yang terletak di kediaman Sri Sultan Hamengku Buwono X. Peran pawon ini menggantikan pawon-pawon milik istri Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yaitu menyiapkan makanan untuk Sultan. Pilihan Sultan untuk melakukan monogami nampaknya menjelaskan mengapa pawon ini berada di kediaman pribadi Sultan, tidak terpisah seperti pada masa-masa sebelumnya.