Jenis-Jenis Gunungan Keraton Yogyakarta
- 12-06-2018
Upacara Garebeg yang diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta selalu ditandai dengan munculnya gunungan. Gunungan merupakan sebutan untuk beragam jenis makanan dan hasil bumi yang disusun menyerupai bentuk sebuah gunung. Pada acara tersebut gunungan didoakan oleh para Abdi Dalem untuk selanjutnya dibagikan kepada masyarakat yang hadir.
Bahan utama pembuatan gunungan berasal dari ketan. Ketan yang bersifat lengket mengandung makna bahwa Garebeg dan gunungan dapat membuat rakyat dan raja dapat saling erat terikat.
Terdapat berbagai jenis gunungan yang ada di Keraton Yogyakarta. Gunungan-gunungan tersebut adalah Gunungan Kakung, Gunungan Puteri, Gunungan Pawuhan, Gunungan Gepak, Gunungan Dharat, dan Gunungan Brama.
Gunungan Kakung
Gunungan Kakung/Jaler (Pria)
Gunungan Kakung berbentuk kerucut, tinggi menjulang. Kerangkanya menggunakan besi. Gunungan ini terdiri dari baderan, bendul, sangsangan, dengul, pelokan, dan thengkilan kacang. Baderan merupakan kue dari tepung beras yang dibentuk menyerupai ikan bader (ikan tawes). Baderan tersebut, sejumlah lima buah, ditancapkan pada bagian puncak gunungan. Di bawah baderan, bendul disusun melingkar. Bendul adalah kue tepung beras berbentuk bola-bola kecil, warnanya coklat sama seperti baderan. Di bawah rangkaian bendul terdapat sangsangan. Sangsangan, atau kalung, merupakan rangkaian telur asin yang dipasang melingkar hingga menyerupai kalung.
Sisa permukaan gunungan kakung kemudian ditutup dengan thengkilan kacang. Thengkilan kacang merupakan rangkaian kacang panjang, cabai merah, cabai hijau, dan kucu (kue kecil dari ketan yang dibentuk bulat). Semuanya diikat dan diberi tangkai dari bambu yang disebut sujen.
Badan gunungan dihias dengan dhengul dan pelokan. Dhengul adalah telur rebus yang diberi tangkai dari bambu, sedang pelokan merupakan telur dadar. Bagian bawah gunungan dilandasi dengan kain bangun tulak. Selain sebagai penghias, kain bangun tulak yang juga biasa digunakan saat selamatan membangun rumah memiliki fungsi sebagai tolak bala, atau pengusir bahaya. Gunungan Kakung sendiri ditempatkan pada jodhang, kotak kayu yang berfungsi sebagai tandu. Pada tiap sudut jodhang, diikatkan sebuah samir dari kain berwarna kuning yang dihubungkan pada badan gunungan.
Seperti namanya, Gunungan Kakung melambangkan sifat pria ksatria Jawa.
Gunungan Estri
Gunungan Estri/Wadon (Perempuan)
Gunungan Estri memiliki bentuk seperti bokor. Bagian dasar gunungan lebih kecil daripada bagian tengah gunungan dan kembali mengecil pada bagian atas. Rangkanya dibuat dari bambu. Pada bagian atas gunungan, yang disebut sebagai mustaka, terdapat sebuah kue dari ketan berwarna hitam yang bentuknya menyerupai gunungan wayang kulit.
Ilat-ilatan berwarna hitam dipasang mengelilingi mustaka. Ilat-ilatan merupakan kue ketan yang pipih panjang seperti lidah. Di bawah ilat-ilatan, dipasang sabunan. Sabunan, gulungan daun pisang (klaras) yang bagian atasnya diberi kucu dan upil-upil, ditata melingkar. Kucu berbentuk bulatan kecil berwarna putih sedangkan upil-upil berbentuk persegi panjang dan dibuat dalam lima warna, putih, merah, kuning, hijau, dan hitam. Keduanya dibuat dari beras ketan.
Sedikit lebih rendah dan di luar lingkaran sabunan, rengginang ditata melingkar. Rengginang adalah kue ketan berwarna putih dan berbentuk bundar. Pada setiap rengginang dipasang satu buah kucu dan lima buah upil-upil berbeda warna. Di antara rengginang tersebut terdapat bethetan dan ole-ole. Bethetan juga terbuat dari ketan, berwarna merah, dan berbentuk seperti kepala burung betet. Ole-ole berbentuk seperti penjor kecil yang menjuntai dari gunungan, di sepanjang juntaian itu dirangkai kucu dan upil-upil.
Di dalam Gunungan Estri, terdapat satu bakul wajik yang yang disusun berlapis dengan tiwul. Wajik yang merupakan makanan kelas atas namun dicampur dengan tiwul yang merupakan makanan rakyat kebanyakan merupakan simbol kedekatan raja dengan rakyatnya. Bakul ini ditutup dengan pelepah pisang sehingga tidak tampak dari luar.
Pada pelepah pisang tersebut digantungkan eblek dan tedheng. Eblek dan tedheng juga terbuat dari ketan, berwarna putih dan merah. Eblek berbentuk persegi panjang, sedang tedheng berbentuk segi tiga.
Gunungan Estri ditempatkan pada jodhang sama seperti Gunungan Kakung. Bagian bawah dialasi dengan kain bangun tulak dan di keempat sudutnya ditali menggunakan samir.
Seperti namanya, Gunungan Estri melambangkan seorang wanita Jawa. Diantara gunungan lain, Gunungan Estri menjadi gunungan yang dibuat pertama. Prosesi pembuatannya dikenal sebagai upacara Numplak Wajik.
Gunungan Dharat
Gunungan Dharat
Gunungan Dharat memiliki bentuk mirip dengan Gunungan Estri. Rangkanya juga terbuat dari bambu. Namun mustaka Gunungan Dharat tidak berwarna hitam. Ilat-ilatan yang ada juga berwarna-warni.
Mustaka gunungan dikelilingi dengan upil-upilan, di luar lingkaran upil-upilan terdapat tlapukan bintang, dan di luar lingkaran tlapukan terdapat rengginang. Tlapukan terbuat dari ketan, berbentuk bintang dan beraneka warna. Sama seperti pada rengginang, tiap tlapukan diberi satu buah kucu dan lima buah upil-upil berbeda warna.
Sama seperti Gunungan Estri, pada Gunungan Dharat juga terdapat ole-ole dan bethetan. Badan Gunungan Dharat juga ditutup dengan pelepah pisang. Eblek dan tedheng digantungkan sebagai hiasan.
Gunungan Dharat tidak ditempatkan di jodhang, tapi pada dumpal. Dumpal merupakan kayu berbentuk bundar. Dumpal tersebut diikatkan pada batang bambu yang digunakan untuk memikul gunungan.
Gunungan Darat melambangkan dunia beserta segala isinya.
Gunungan Gepak
Gunungan Gepak
Gunungan Gepak berbeda dengan gunungan lain. Gunungan ini berwujud keranjang-keranjang yang berisi lima jenis kue kecil yang tediri dari lima jenis warna seperti wajik, jadah, lemper, roti bolu, dan bolu emprit. Di atas tumpukan kue tersebut diletakkan buah-buahan. Tiap jenis buah terdiri dari dua biji, berpasangan sebagai satu jodoh.
Kue dan buah-buahan tersebut tidak disusun meninggi namun hanya diletakkan saja pada jodhang dan diselimuti dengan kain bangun tulak sehingga tampak sebagai tonjolan-tonjolan tumpul (gepak). Karena itulah gunungan ini disebut sebagai Gunungan Gepak.
Gunungan Pawuhan (kiri) dan Gunungan Dharat (kanan)
Gunungan Pawuhan
Wujud Gunungan Pawuhan mirip Gunungan Estri dan Dharat, namun dengan ukuran yang lebih kecil dan bagian mustakanya diganti dengan bendera berwarna putih. Rangka Gunungan Pawuhan juga terbuat dari bambu. Bagian atas dari gunungan ditusuk dengan lidi-lidi bambu yang setiap ujungnya diberi picisan. Picisan terbuat dari timah yang dicairkan dan dibentuk seperti koin-koin kecil.
Sebagai hiasan, di sekeliling badan gunungan dipasang buntal yang terbuat dari daun udan mas, cowekan, dan kembang merah yang disusun bergantian. Buntal tersebut tampak menjuntai pada badan gunungan. Sama seperti Gunungan Dharat, Gunungan Pawuhan dipikul menggunakan dumpal.
Pawuhan berasal dari kata uwuh yang berarti sampah. Gunungan ini dinamakan demikian karena berisi segala macam sisa bahan gunungan yang lain. Gunungan ini dimaksudkan agar tidak ada material yang terbuang percuma.
Gunungan Brama/Kutug
Gunungan Brama/Kutug
Gunungan Brama mirip Gunungan Estri. Bentuknya seperti silinder tegak dengan bagian tengah sedikit mengecil. Gunungan Brama juga terbuat dari ole-ole, rengginang, kucu, dan upil-upil. Rangkanya terbuat dari bambu dan badannya ditutup dengan pelepah pisang. Bagian atas gunungan dihias dengan bendera-bendera segitiga berwarna merah, sedang badan gunungan dihias dengan ole-ole yang dirangkai mirip jala.
Bagian puncak Gunungan Brama memiliki lubang untuk menempatkan anglo, tungku kecil dari tanah liat. Anglo yang diisi arang membara digunakan untuk membakar kemenyan, sehingga terus-menerus mengepulkan asap tebal. Gunungan Brama merupakan gunungan yang hanya dikeluarkan saat Garebeg Maulud Tahun Dal, perayaan yang hanya diadakan setiap delapan tahun sekali.
Berbeda dengan gunungan lain yang dibagikan ke masyarakat, Gunungan Brama hanya dibagikan kepada keluarga sultan saja.
Gunungan dalam berbagai wujudnya merupakan wujud sedekah dari seorang raja kepada rakyatnya. Sedekah ini menyiratkan bahwa sultan memperhatikan kepentingan rakyat untuk meraih kemakmuran dan kesejahteraan. Masyarakat pun meyakini bahwa makanan yang ada pada gunungan merupakan berkah sehingga mereka berusaha untuk mendapatkannya.
Danapratapa - Episode Garebeg Dal
Daftar Pustaka:
A.Daliman. 2012. Upacara Garebek di Yogyakarta. Yogyakarta: Ombak.
KRT Wasesowinoto. 2006. Garebeg Besar Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Yogyakarta.
Suyami. 2008. Upacara Ritual di Kraton Yogyakarta. Yogyakarta: Kepel Press.
Yuwono. S.S, dkk. 2010. Nilai Budaya dan Filosofi Upacara Sekaten di Yogyakarta. Yogyakarta: Dinas P dan K Kota Yogyakarta.
Wawancara dengan Rama Widya Sanjaya pada 2 Mei 2017